
"Orang lain mah ngga usah didengerin."
"Kita ya kita, ngapain dengerin omongan orang lain?"
Pernah mendengar atau mengamini nasihat begitu ketika ada seseorang mengatakan sesuatu tentang apa pun yang ada pada diri kita?
Ya ngga apa-apa, sih, kalau pernah. Aku juga begitu dulu. Tapi, semakin sini aku mikir bahwa nasihat begini sulit buat diaplikasikan di dunia nyata.
Aku ngga setuju dengan pendapat bahwa kita ngga boleh mendengarkan perkataan orang lain. Sebaliknya, kita justru harus mendengarkan apa kata orang lain.
Kenapa begitu?
Sebelum menjabarkan alasan di balik ketidaksetujuan aku terhadap nasihat 'jangan dengarkan perkataan orang lain', aku ingin menjelaskan bahwa 'perkataan' yang akan telah dan akan aku sebut adalah komentar yang bisa berupa kritik, saran, atau sekadar keluhan yang disampaikan secara verbal oleh orang lain kepada kita.
Nah, kembali ke pertanyaan. Kenapa aku ngga setuju dengan nasihat yang udah aku sebutkan di atas? Pertama, kita ngga hidup sendiri dan mendengarkan penting untuk mempertahankan kehidupan sosial yang sehat. Mendengarkan merupakan salah satu cara kita untuk bisa berempati.
Emang apa hubungannya kita ngga hidup sendiri, mendengarkan, dan berempati? Begini, 'ngga hidup sendiri' artinya ngga cuma kita yang hidup di dunia ini: ada orang lain.
Memangnya kita bisa bertahan hidup di dunia yang juga dihuni oleh orang lain tanpa mempertimbangkan keberadaan mereka?
Mendengarkan perkataan orang lain penting untuk bertahan hidup, sebab mendengarkan membantu kita untuk membangun kehidupan sosial yang sehat. Kita ngga bisa terus-terusan ignorant (bersikap 'emang gue pikirin') karena kita hidup berdampingan dengan orang lain yang juga punya tujuan, keinginan, dan/atau ambisi. Kita ngga bisa terus-terusan abai terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.
Pada satu titik, bagaimana kita menjalani hidup bisa jadi gangguan bagi orang lain. Tentu, bisa jadi kritik, saran, dan/atau keluhan yang disampaikan ngga sesuai dengan keadaan kita. Tapi, kita, kan, punya hak untuk ngga nurut?
Alasannya itu doang? Oh, ngga.
Alasan kedua; buat diriku sendiri, ngga mendengarkan orang lain bisa menghambat proses bertumbuh dan berkembang, utamanya dalam proses meraih tujuan yang ingin aku capai. Nah, alasan yang ini mungkin agak personal karena ngga semua orang mau bertumbuh dan berkembang dan punya tujuan. Kenapa mendengarkan perkataan orang lain jadi penting buatku dengan alasan ini? Begini, untuk mencapai tujuan, kita perlu, kan, menjabarkan langkah-langkah apa aja yang harus kita lakukan? Nah, ketika langkah yang udah disusun tersebut dieksekusi, tentu hasilnya bisa gagal (ngga sesuai dengan apa yang ditentukan di awal). Mungkin bagi orang lain, kalau hasilnya ngga sesuai apa yang ditentukan di awal, ya, udah, mau diapain lagi? Mungkin emang harusnya begitu.
Tapi, pernah ngga kepikiran bahwa kegagalan kita bisa jadi karena dalam prosesnya, ada sesuatu yang kita lakuin yang bikin hasilnya jadi begitu?
Kalau gitu, apa, dong, yang harus kita lakukan untuk mencari tahu apa yang salah dalam langkah-langkah yang kita susun di awal?
Di sini, mendengarkan perkataan orang lain punya peran.
Tentu, kadang, ketika kita sedang terjebak dalam kegagalan, apa yang kita dengar adalah olok-olok bahwa kita ngga akan pernah bisa. Tapi, kan, kita punya hak untuk ngga mengamini hal tersebut?
Sebagai 'orang yang melakukan', kadang, kita ngga sadar mana yang salah dan mana yang ngga. Menurutku, penilaian kita terhadap diri sendiri ngga selalu bisa diandalkan. Kadang, kita perlu sudut pandang dari penonton karena biasanya, ada sesuatu yang mereka lihat, tapi ngga terlihat oleh kita. Betul bahwa berlaku sebaliknya: kita juga punya sesuatu yang cuma bisa dilihat oleh kita, tapi ngga oleh penonton. Tapi, memangnya itu penting? Fokusnya, kan, bukan tentang kita, melainkan tentang masalah yang ngga kita ketahui apa dalam langkah yang kita susun. Kita butuh informasi dan memangnya penting mengatakan bahwa orang lain ngga tahu apa-apa tentang kita ketika kita mendapat komentar baik berupa kritik, saran, dan/atau keluhan?
Ngga menerima masukan dari orang lain, buatku, jadi masalah itu sendiri karena aku berkemungkinan mengabaikan informasi yang sebenarnya aku butuhkan.
Gimana, dong, kalau perkataan orang lain malah bikin kita down? Harus banget yang begitu didengerin?
Nah, ini jadi menarik. Nggak dipungkiri, ngga jarang, komentar orang lain berisi ujaran kebencian (aku mengategorikannya ke dalam keluhan).
Harus banget yang begitu didengerin?
Kenapa ngga?
Begini, menurutku:
Mendengarkan ≠ menuruti, melaksanakan, mengaplikasikan.
Satu hal yang aku sadari baru-baru ini adalah banyak orang salah paham dan menganggap bahwa mendengarkan sama dengan menuruti, mengaplikasikan, melaksanakan, atau setuju. Padahal, mendengarkan adalah satu hal; mengaplikasikan, melaksanakan, menuruti, dan setuju adalah hal lain. Kita harus mendengarkan perkataan orang lain. Tapi, apakah harus semuanya kita amini, setujui, atau aplikasikan ke dalam kehidupan kita?
Ngga harus. Kan, ngga semuanya relevan sama keadaan kita.
"Ngapain didengerin, kalau begitu?"
Memangnya kalau dari awal kita mengabaikan, kita bakal tahu mana yang harus dibuang dan mana yang ngga? Dari awal, informasi yang datang dari orang lain aja udah diabaikan, kita bakal tau dari mana kalau sebelum diperiksa, informasi-informasi yang masuk udah disingkirkan duluan?
Masalahnya bukan perkataan orang lain, tapi kemampuan kita untuk memfilter mana informasi dari orang lain yang bisa kita pakai dan mana yang boleh diabaikan aja.
"Kalau begini, gimana kalau nanti semua orang malah berkomentar seenaknya?"
Tapi, kan, orang berhak berkata semau mereka, sebagaimana kita juga berhak buat ngga menuruti apa yang mereka katakan, sebagaimana kita juga berhak mengomentari komentar mereka. Di saat beginilah, nasihat 'banyak hal sulit kita kontrol' jadi sesuai. Salah satu hal yang sulit dikontrol oleh kita adalah perkataan orang lain. Alih-alih fokus mengatur perkataan orang lain terhadap kita, kenapa kita ngga fokus aja mengatur bagaimana diri kita sendiri bakal merespon?
Kenapa kita ngga fokus aja menyortir perkataan mana yang layak buat dipertimbangkan dan perkataan mana yang boleh diabaikan aja?
Jadi, sebenarnya bukan 'kita ngga boleh mendengarkan perkataan orang lain', tapi 'kita boleh ngga menuruti apa yang orang lain katakan'.
Makasih udah baca!
Komentar
Posting Komentar