Some Pieces #4: Senandung di Bawah Lembayung

Lembayung menaungi tiap melodi yang dia senandungkan. Bahkan di sela-sela kerutan dan keriput yang ditimpa jingga, aku masih bisa melihat sosok seperempat abad miliknya. 

Banyak hal berubah. Aku masih tiga perempat abad, jadi aku rasa aku belum setua itu sampai aku tak bisa menyadari hal tersebut: kepang rambutnya masih sama, hanya warnanya yang berbeda. Dulu hitam, mengilat, lembut; sekarang hampir seluruh warnanya putih, dan aku masih sering membelainya meskipun terasa agak kasar. 

Banyak hal berubah. Yang terlihat oleh mata yang paling kentara. Namun, menurutku, entah dengan cara apa, dia jadi lebih mengagumkan meskipun banyak hal tak lagi bisa dia lakukan karena terbatas usia. Bijaksana, hati-hati, mahir, cermat, dan suaranya semakin merdu dari hari ke hari dan semakin aku perhatikan semakin aku berpikir bahwa dia tak terbatas dan dia mengagumkan. 

"Kau tidak berkedip," katanya yang membuatku secara tak sadar berkedip. Dia menoleh. Aku tak memutuskan tatapan kami. Di bawah cahaya sore, aku bisa melihat bahwa sebenarnya, dia tak berubah sama sekali. Di balik kulit kendur dan mata kelabu jernih yang memantulkan bayangan pria tua, terdapat sesuatu yang sama dengan setengah abad lalu, tetapi lebih tenang dan tidak menggebu-gebu. "Apakah senandungku semengagumkan itu?" 

"Lebih dari itu. Aku hanya bahagia karena aku masih hidup untuk menyaksikanmu bersenandung di bawah lembayung," jawabku. "Kau selalu cantik dan mengagumkan dan indah dan menghipnotis," aku masih menatapnya, "dan selalu segalanya bagiku." 

© dailydoseofkafein | Published on February 5th 2023 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Some Pieces #5: Hati yang Meredup

Some Pieces #14: Bittersweet

Some Pieces #6: Aku Masih Berdiri pada Hari Kamu Mati